Rabu, 27 Mei 2015

PENGANTAR

Namaku Luthfia Fadlillahsari, panggil saja aku Fia atau Luthfia, tapi jangan panggil aku hanya Luth-nya saja, aku lahir 19 tahun silam, aku dibesarkan oleh keluarga yang harmonis dan bahagia, Ayah ku Suhardiman, Ibu ku Sukartini, aku mempunyai 3 orang saudari, Annisa, Aisyah, dan Rissa, cita-cita ku adalah membahagiakan orang lain, aku mempunyai ketertarikan pada dunia kejiwaan, banyak kisah dan kasus yang ingin aku bagi untuk kalian,dan banyakk hal yangg ingin aku tahu dari kalian, mari berbagilahh..

Selasa, 26 Mei 2015

TEKNIK KOMUNIKASI TERAUPETIK DAN PENGAPLIKASIANNYA

A.    Teknik Komunikasi Terapeutik
1.         Fase Komunikasi Terapeutik
a.         Pra Ineraksi
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasikan perasaan, fantasi dan ketakutannya. Sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama.
b.        Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.
c.         Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
d.        Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan

2.         Teknik Komunikasi Terapeutik

a.        Memfokuskan Pembicaraan
Tujuan penerapan metode ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik dan mudah dimengerti. Perawat tidak perlu menyela pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah penting kecuali apabila tidak  membuahkan informasi baru.

b.        Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada  permasalahan yang sedang dibicarakan.

c.         Menawarkan Informasi.
Penghayatan kondisi klien akan lebih baik apabila ia mendapat informasi yang cukup dari perawat. Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakkan pendidikan kesehatan bagi klien. Apabila ada informasi yang tidak disampaikan oleh dokter, perawat perlu meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan, bukan menasihatinya.

d.        Refleksi
Reaksi yang muncul dalan komunikasi antara perawat dan klien disebut refleksi. Refleksi dibedakan dalam dua klasifikasi:
1.        Refleksi isi bertujuan mensahkan sesuatu yang didengar. Klarifikasi ide yang diungkapkan oleh klien dan pemahaman perawat tergolong dalam klasifikasi refleksi ini.
2.        Ungkapan yang bertujuan memberi respon terhadap ungkapan perasaan klien tergolong dalam refleksi perasaan. Refleksi ini bertujuan agar klien dapat menyadari eksistensinya sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai individu yang berdiri sendiri.

e.              Sharing Perception (berbagi Persepsi)
Meminta Pendapat Klien tentang hal yang dipikirkan dan dirasakan perawat           sehingga perawat dapat memberi umpan balik dan memberi informasi   meminta pendapat klien tentang suatu peristiwa atau pengalaman.
Contoh:
      “Ibu tersenyum, tetapi saya rasa ibu marah terhadap saya”
      “Jelaskan kecemasan anda akan operasi yang akan dilakukan”

f.              Identifikasi Tema
Mengidentifikasi isu atau masalah yang terjadi berulang kali. Latar belakang yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Berguna untuk meningkatkan pengertian dan menekspresikan masalah klien.
Contoh:
            “Dari Keterangan yang ibu berikan ibu merasa bahwa ibu ditolak oleh keluarga, apakah ini latar belakang masalah yang ibu alami”
            “Anda mengatakan tidak punya siapa-siapa lagi dirumah, rumah terasa sunyi, saya rasa anda butuh teman”

g.             Memberi Informasi (informing)
Memberi Fakta atau informasi untuk meningkatkan pengetahuan

h.      Melakukan Observasi
Menyatakan apa yang perawat lihat dalam penampilan dan perilaku klien
Contoh
            “Tampaknya ada berduka”
            “Saya lihat anda memejamkan mata dan menggigit bibir anda”

i.               Mendorong melakukan perbandingan
Membantu klien memahami dengan melihat persamaan dan perbedaan
Contoh:
“Sebutkan satu hal pada diri saya yang mirip dengan putri anda”
“Bisakah bapa Sebutkan gejala atau kondisi yang mana yang mirip dengan gejala atau kondisi bapa pernah alami sebelumnya”

j.       Summarizing
Meringkas isu utama yang telah didiskusikan
Contoh: “ Selama setengah jam ini anda dan saya telah mendiskusikan …………..”
k.       Penyajian Realitas
Memberi Penjelasan Realistis tentang hal yang klien lihat dan dengar
Contoh:
“Saya tidak melihat ada orang dihalaman”
Saya mengerti anda berpikir telah mendengar bisikan tuhan, tetapi yang saya dengar adalah suara daun yang tertiup angin



APLIKASI TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.
(1)   Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
(2)   Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapakan pesan-pesan verbal dan merupaka metode primer yang non verbal.
(3)   Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan diberikan.
(4)   Mulai pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
(5)   Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
(6)   Secara periodic mengklarifikasi pesan.
(7)   Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi.
(8)   Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
(9)   Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan mengakiri interview.
(10) Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.

Lingkungan wawancara.
1)      Posisi duduk berhadapan.
2)      Jaga privasi.
3)      Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam.
4)      Kurangi keramaian dan berisik.
5)      Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti cermin
2.5  Ketrampilan Komunikasi Teraupetik Pada Lansia.
1.      Keterampilan komunikasi terapeutik, dapat meliputi :
1)      Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2)      Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3)      Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
4)      Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak.
5)      Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6)      Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada.
7)      Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian.
8)      Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9)      Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10)  Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11)  Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12)  Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
13)  Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara.

2.      Prinsip Gerontologis untuk komunikasi.
1)      Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2)      Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3)      Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
4)      Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5)      Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik.
6)      Berdiri di depan klien.
7)      Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
8)      Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
9)      Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
10)  Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11)  Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.





MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN

BAB I
1.1  Latar Belakang
              Pengertian KomunikasiMenurut Depkes RI tahun 2001 komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima  fpesan. Menurut Dale Yoder dkk,kata communications berasal dari sumber yang sama seperti kata common yang berarti bersama,bersama-sama dalam membagi ide.
Berdasarkan tempatnya komunikasi bisa terjadi dimana saja. Baik dalam kehidupan sehari-hari (komunikasi informal) hingga komunikasi yang bersifat resmi (komunikasi formal).Dunia kesehatan juga tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi di dunia kesehatan bisa terjadi sesama rekan kerja, perawat dengan klien maupun sebaliknya.
Komunikasi yang terjadi di dunia kesehatan sering juga disebut dengan komunikasi secara terapeutik. Komunikasi terapeutik sendiri maksudnya adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Dalam melakukan komunikasi tiap pasien mempunyai tingkat kesulitan masing-masing. Contohnya pada pasien dengan gangguan pendengaran tentu saja akan berbeda jika dibandingkan dengan pasien biasa. Dibutuhkan teknik khusus untuk membangun kepercayaan antara pasien dengan perawat.

1.2    Rumusan Masalah
1.3    Tujuan Makalah
1.4    Manfaat Makalah






BAB II
PEMBAHASAN

2.1Komunikasi  Terapeutik
Komunikasi adalah pengiriman atau tukar menukar informasi, ide dan sebagainya ( Oxford Dictionary, 1956 ).
Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga perawat dapat merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart & sunden).
Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di pimpin oleh seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991)
a.      Tujuan        
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1.         Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi  beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankadsdn kekuatan egonya.
3.        Mempengaruhis orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Factor – factor penghambat komunikasi :
a.       Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap berbicara ( terutama di depan umum ), berbicara tersendat – sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar.
b.       Sikap yang kurang tepat. Seorang guru yang sedang mengajar di depan kelas, sambil duduk diatas meja akan memberi kesan kurang baik bagi siswanya.
c.       Kurang pengetahuan. Seorang yang kurang pengetahuannya jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi. Akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain.
d.       Kurang memahami system social.
e.       Prasangka yang tidak beralasan.
f.       Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancer bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan.
g.       Tidak ada persamaan persepsi.
h.       Indera yang rusak.
i.        Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.
j.        Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya.

2.2 Komunikasi pada Gangguan Penglihatan
                  Kemampuan individu untuk melihat dimungkinkan oleh organ yang disebut mata. Sistem ini terdiri atas organ-organ yang menerima dan memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam mata, sel-sel reseptor penglihatan yang menangkap bayangan, yang disebut fotoreseptor dan serabut saraf (nervus optikus) yang membawa input sensori dari fotoreseptor menuju ke otak untuk dipersepsi oleh otak.
                    Bola mata (bulbus okuli) terdiri atas tiga lapisan (tunika), yaitu:
1. Tunika fibrosa di bagian luar
             Tunika fibrosa merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan ikat padat dan tidak mengandung pembuluh darah. Pada bagian depan (seperenam bagian), lapisan tunika ini membentuk kornea yang merupakan lapisan jernih dan lapisan di bagian belakang disebut sklera, yang berwarna keruh (putih)
2. Tunika vaskuola (uvea) di bagian tengah
              Tunika vaskuola adalah lapisan tengah dinding bola mata, yang disebut uvea. Uvea berpigmen terdapat pada tiga area, yaitu koroid, korpus siliaris dan iris. Koroid merupakan lima per enam bagian posterior uvea, banyak mengandung pembuluh darah dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada semua lapisan dinding bola mata. Pada bagian anterior terbentuk korpus siliaris yang merupakan jaringan tebal berbentuk anyaman dan mengandung otot polos, yang berfungsi mengatur ketebalan lensa mata dalam kegiatan akomodasi mata.
3. Tunika Sensoris
                 Tunika sensoris mengandung fotoreseptor yang berfungsi menerima rangsang cahaya. Tunika sensoris, disebut juga retina, merupakan lapisan yang banyak mengandung saraf. Lapisan paling luar pada retina adalah lapisan yang mengandung pigmen yang langsung melekat pada koroid. Di bawah lapisan ini terdapat lapis bening yang mengandung fotoreseptor, neuron bipoler dan sel-sel ganglion. Pada daerah posterior lapisan tunika sensoris ini terdapat suatu titik yang tidak mengandung fotoreseptor sehingga dikenal pula sebagai titik buta (blind spot). Fotoreseptor yang terdapat dalam tunika sensoris terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel konus (kerucut) dan basili (batang). Sel konus berfungsi menerima rangsang cahaya terang dan rangsang berupa warna, sedangkan sel basili berfungsi melihat sinar yang remang-remang dan cenderung gelap dan tidak dapat membedakan warna. Secara umum, jumlah sel berbentuk batang lebih banyak daripada bentuk kerucut.
                  Mekanisme penerimaan sinar hingga dapat dipersepsi adalah sebagai berikut : Sinar yang dipantulkan ke dalam bola mata akan diterima, secara berurut, melalui kornea, melewati lubang pupil (sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, lensa mata, korpus viterus, dan akhirnya diterima oleh retina pada fovea sentralis). Media yang dilalui cahaya sebelum jatuh pada retina disebut media refraksi. Selanjutnya sinar yang telah jatuh ke retina akan ditangkap oleh sel-sel konus dan sel basili yang selanjutnya dihantarkan menuju otak sebagai impuls saraf. Hasil penerimaan rangsang saraf ini kemudian dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai citra (gambaran) dalam persepsi manusia.
                  Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.
Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1.Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
6. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien di pindah ke lingkungan yang asing baginya

2.3 Komunikasi Pada Klien dengan Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.

Gangguan pendengaran dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :

1.    Conductive hearing Loss, disebabkan oleh masalah yang terjadi pada telinga luar atau tengah dan berkaitan dengan masalah penghantaran suara.Kemungkinan penyebab bisa dari tertumpuknya earwax atau kotoran telinga, infeksi atau pertumbuhan telinga bagian luar, adanya lubang pada gendang telinga, penyakit yang disebut dengan otosklerosis (yang menyebabkan rangkaian tulang-tulang pendengaran menjadi kaku dan tidak dapat bergetar) atau faktor keturunan. Conductive hearing loss biasanya bisa disembuhkan secara medis, namun bila tidak dapat maka alat bantu dengar biasanya dapat membantu mengatasinya.
2.    Sensorineural hearing loss, ini adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam, baik di cochlea, syaraf pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut tuli syaraf). Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun kebanyakan disebabkan oleh kerusakan pada sel rambut didalam cochlea akibat penuaan, atau rusak akibat suara yang terlalu keras. 90% gangguan pendengaran adalah tipe Sensorineural hearing loss & jarang yang bisa diatasi secara medis, namun seringkali alat bantu dengar dapat membantu.
3.   Mixed Hearing Loss (gangguan pendengaran campuran), dimana kondisi gangguan pendengarannya ada unsur konduktif & sensorineural. Banyak orang dengan gangguan pendengaran jenis ini dapat terbantu bila memakai alat bantu dengar.
Berdasarkan kemampuan  telinga menangkap bunyi, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi :
1.       Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
2.       Gangguan pendengaran ringan(41-55dB).
3.       Gangguan pendengaran sedang(56-70dB).
4.       Gangguan pendengaran berat(71-90dB).
5.       Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien gangguan pendengaran :
1.       Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2.        Kurangi kebisingan
3.       Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4.       Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5.       Jangan mengunyah permen karet
6.        Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7.        Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8.        Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan

Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan pendengaran :
1.      Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien.
2.      Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan
untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda
3.    Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4.     Tunggu sampai Anda secara langsung di depan orang, Anda memiliki perhatian individu tersebut dan Anda cukup dekat dengan orang sebelum Anda mulai berbicara.
5.    Pastikan bahwa individu melihat Anda pendekatan, jika kehadiran Anda mungkin terkejut orang tersebut.
6.    Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level yang sama dengan dia sebisa mungkin.
7.    Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8.    Jika Anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara, pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9.    Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan perlahan.
10.     Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
11.     Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
12.     Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-hal ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan mendengar, mencari tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi pendengaran.
13.     Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara.
14.     Mengakui bahwa hard-of-mendengar orang mendengar dan memahami kurang baik ketika mereka lelah atau sakit.
15.     Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan.
16.     Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu.
17.     Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan mengulangi kata-kata asli berulang.
18.     Gunakan sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan anda lebih mudah untuk mengerti.
19.     Menulis pesan jika perlu. Biarkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berada di terburu-buru akan membawa stres semua orang dan menciptakan hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.

2.4 Contoh Komunikasi Teraupetik Dengan Klien Gangguan Pendengaran
a.                 Pra-Interaksi
“ Di Rumah sakit  X di kamar Y terdapat seorang pasien yang bernama Wahyudin  umur 13 tahun dimana ia sekarang sedang duduk di bangku kelas 2 SMP, ia menderita penyakit gangguan pendengaran sejak kecil (tuna rungu), di rumah sakit tersebut ia ditemani oleh ayahnya yang bernama Irawan, dimana wahyudin tersebut sedang menjalani perawatan dengan penyakit dehidrasi, disana dia dirawat oleh suster liska “.

b.                  Fase Orientasi
Nama
Komunikasi Verbal
Komunikasi Nonverbal
Perawat
Assalamualaikum pak, selamat pagi
tersenyum
Orang tua
Waalaikumsalam, pagi juga
Perawat
Pak nama saya suster liska, disini saya akan membantu anak bapak selama dirawat,
Orang tua
Iya suster silahkan
Perawat
Bagaimana keadaan anak bapak hari ini?
Orang tua
Sudah agak mendingan suster, panasnya sudah turun
Perawat
wah ada perkembangan ya pak,
Orang tua
Iya suster.
“Suster langsung mendekati wahyudin ”
Perawat
Selamat pagi,
Sambil menyentuh pasien
Pasien
Kebingungan tidak tahu apa yang dikatakan perawat
Perawat
De Wahyudin, nama saya suster liska
Melakukan kontak mata dan berbicara dengan gerakan bibir pelan
Pasien
Masih kebingungan
Perawat
Saya suster liska
Sambil menunjuk diri sendiri dan menunjukan papan nama
Pasien
Suster liska,
Sambil tersenyum
Perawat
Iya saya suster liska
Dengan gerakan bibir pelan
Pasien
Maaf ya suster, saya gak bisa dengar
Tersenyum
Perawat
Iya tidak apa-apa de,
Mengangguk sambil tersenyum
Pasien
Hanya tersenyum
c.                   Fase  Kerja
Nama
Komunikasi Verbal
Komunikasi Nonverbal
Perawat
De, udah minum berapa gelas hari ini ?
Bicara dengan bibir pelan dan Mengambil, menunjukan gelas
Pasien
Udah suster
Perawat
Berapa de ?
Simbil menunjujkan, 1 jari, 2 jari, 3 jari
Pasien
Satu
Pasien menunjukan 1 jari
Perawat
Bagus
Memberikan jempol
Pasien
Tersenyum
Perawat
Nanti minum lagi ya
Sambil mempraktekan minum
Pasien
Mengangguk
perawat
Tersenyum sambil memberikan jempol
Udah makan juga?
sambil mengerakan tangan ke mulut (seperti menyuap)
Pasien
Udah, pake bubur
Mengguk ,tersenyum
Perawat
Memberikan jempol lagi
Biar cepet sembuh ya
Mengagkat lengan, (seperti menunjukan kekuatan)
Pasien
Iya suster
Tersenyum

d.                  Fase Terminasi
Nama
Komunikasi Verbal
Komunikasi Nonverbal
Perawat
De, suster tinggal dulu ya
Menyentuh pasien, menunjuk diri, kemudian menunjuk pintu
Pasien
Iya suster
Sedih
Perawat
Jangan sedih
Menyentuh pasien, menatap mata, Meninjukan senyum lebar
Nanti suster kesini lagi
Mmenunjuk diri sendiri, dan ke bawah
Pasien
Bener ya suster
Senang
Perawat
Iya,
Tersenyum sambil mengaguk
Perawat
Suster boleh pergi
Sambil menunjuk pintu
Pasien
Mengangguk tersenyum
“Kemudian perawat menghampiri orang tua pasien”
Perawat
Bapak, saya permisi dulu ya, kalau ada apa-apa, panggil saya atau perawat yang lain ya pak
Orang tua
Iya suster pasti
Perawat
Ya sudah, saya permisi dulu ya pak,Assalamualaikum..
Tersenyum
Orang tua
Iya suster, waalaikumsalam….
tersenyum
 


BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan

Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar  bersama dan pengalaman perbaikan emosi bagi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.
Gangguan pendengaran dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu Conductive hearing Loss, Sensorineural hearing loss dan Mixed Hearing Loss.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik ia harus menganalisa dirinya : kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai rool model. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat verbal atau non verbal hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.


1.2       Saran
Perawat harus bisa menghadapi klien dengan gangguan penglihatan agar terjadi hubungan terapeutik dengan klien. Walaupun pasien tidak dapat mendengar , perawat harus merawat klien dengan baik dan perawat tidak boleh menyepelekan klien tersebut dan mendahulukan kebutuhan klien lain yang tidak mengalami gangguan persepsi sensori, khususnya gangguan pendengaran.