BAB I
1.1 Latar Belakang
Pengertian KomunikasiMenurut Depkes RI tahun 2001 komunikasi adalah suatu
proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang
bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima fpesan. Menurut Dale Yoder dkk,kata
communications berasal dari sumber yang sama seperti kata common yang berarti
bersama,bersama-sama dalam membagi ide.
Berdasarkan tempatnya komunikasi bisa terjadi dimana saja. Baik dalam
kehidupan sehari-hari (komunikasi informal) hingga komunikasi yang bersifat
resmi (komunikasi formal).Dunia kesehatan juga tidak lepas dari komunikasi.
Komunikasi di dunia kesehatan bisa terjadi sesama rekan kerja, perawat dengan
klien maupun sebaliknya.
Komunikasi yang terjadi di
dunia kesehatan sering juga disebut dengan komunikasi secara terapeutik.
Komunikasi terapeutik sendiri maksudnya adalah komunikasi yang dilakukan secara
sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Dalam melakukan komunikasi
tiap pasien mempunyai tingkat kesulitan masing-masing. Contohnya pada pasien
dengan gangguan pendengaran tentu saja akan berbeda jika dibandingkan dengan
pasien biasa. Dibutuhkan teknik khusus untuk membangun kepercayaan antara
pasien dengan perawat.
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Makalah
1.4
Manfaat Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Komunikasi Terapeutik
Komunikasi
adalah pengiriman atau tukar menukar informasi, ide dan sebagainya ( Oxford
Dictionary, 1956 ).
Komunikasi
terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga perawat dapat
merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart
& sunden).
Komunikasi
terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana
mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di
pimpin oleh seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991)
a. Tujuan
Tujuan komunikasi terapeutik
adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
2. Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankadsdn
kekuatan egonya.
3. Mempengaruhis
orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Factor – factor penghambat komunikasi :
a. Kecakapan
yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap berbicara ( terutama di depan
umum ), berbicara tersendat – sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan
tidak sabar.
b. Sikap yang kurang tepat. Seorang guru yang sedang mengajar di depan
kelas, sambil duduk diatas meja akan memberi kesan kurang baik bagi siswanya.
c. Kurang
pengetahuan. Seorang yang kurang pengetahuannya jarang membaca atau
mendengarkan radio atau televisi. Akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
pembicaraan orang lain.
d. Kurang memahami system social.
e. Prasangka
yang tidak beralasan.
f. Jarak
fisik, komunikasi menjadi kurang lancer bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan.
g. Tidak ada persamaan persepsi.
h. Indera yang rusak.
i. Berbicara
yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan
penyimpangan dari pokok pembicaraan.
j. Mendominir
pembicaraan, dan lain sebagainya.
2.2 Komunikasi pada Gangguan
Penglihatan
Kemampuan
individu untuk melihat dimungkinkan oleh organ yang disebut mata. Sistem ini
terdiri atas organ-organ yang menerima dan memfokuskan cahaya yang masuk ke
dalam mata, sel-sel reseptor penglihatan yang menangkap bayangan, yang disebut
fotoreseptor dan serabut saraf (nervus optikus) yang membawa input sensori dari
fotoreseptor menuju ke otak untuk dipersepsi oleh otak.
Bola mata (bulbus okuli)
terdiri atas tiga lapisan (tunika), yaitu:
1. Tunika fibrosa di bagian luar
Tunika fibrosa merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan ikat padat dan tidak mengandung pembuluh darah. Pada bagian depan (seperenam bagian), lapisan tunika ini membentuk kornea yang merupakan lapisan jernih dan lapisan di bagian belakang disebut sklera, yang berwarna keruh (putih)
2. Tunika vaskuola (uvea) di bagian tengah
Tunika vaskuola adalah lapisan tengah dinding bola mata, yang disebut uvea. Uvea berpigmen terdapat pada tiga area, yaitu koroid, korpus siliaris dan iris. Koroid merupakan lima per enam bagian posterior uvea, banyak mengandung pembuluh darah dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada semua lapisan dinding bola mata. Pada bagian anterior terbentuk korpus siliaris yang merupakan jaringan tebal berbentuk anyaman dan mengandung otot polos, yang berfungsi mengatur ketebalan lensa mata dalam kegiatan akomodasi mata.
1. Tunika fibrosa di bagian luar
Tunika fibrosa merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan ikat padat dan tidak mengandung pembuluh darah. Pada bagian depan (seperenam bagian), lapisan tunika ini membentuk kornea yang merupakan lapisan jernih dan lapisan di bagian belakang disebut sklera, yang berwarna keruh (putih)
2. Tunika vaskuola (uvea) di bagian tengah
Tunika vaskuola adalah lapisan tengah dinding bola mata, yang disebut uvea. Uvea berpigmen terdapat pada tiga area, yaitu koroid, korpus siliaris dan iris. Koroid merupakan lima per enam bagian posterior uvea, banyak mengandung pembuluh darah dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada semua lapisan dinding bola mata. Pada bagian anterior terbentuk korpus siliaris yang merupakan jaringan tebal berbentuk anyaman dan mengandung otot polos, yang berfungsi mengatur ketebalan lensa mata dalam kegiatan akomodasi mata.
3. Tunika Sensoris
Tunika sensoris mengandung
fotoreseptor yang berfungsi menerima rangsang cahaya. Tunika sensoris, disebut
juga retina, merupakan lapisan yang banyak mengandung saraf. Lapisan paling
luar pada retina adalah lapisan yang mengandung pigmen yang langsung melekat
pada koroid. Di bawah lapisan ini terdapat lapis bening yang mengandung
fotoreseptor, neuron bipoler dan sel-sel ganglion. Pada daerah posterior lapisan
tunika sensoris ini terdapat suatu titik yang tidak mengandung fotoreseptor
sehingga dikenal pula sebagai titik buta (blind spot). Fotoreseptor yang
terdapat dalam tunika sensoris terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel konus
(kerucut) dan basili (batang). Sel konus berfungsi menerima rangsang cahaya
terang dan rangsang berupa warna, sedangkan sel basili berfungsi melihat sinar
yang remang-remang dan cenderung gelap dan tidak dapat membedakan warna. Secara
umum, jumlah sel berbentuk batang lebih banyak daripada bentuk kerucut.
Mekanisme penerimaan sinar hingga dapat dipersepsi adalah sebagai berikut : Sinar yang dipantulkan ke dalam bola mata akan diterima, secara berurut, melalui kornea, melewati lubang pupil (sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, lensa mata, korpus viterus, dan akhirnya diterima oleh retina pada fovea sentralis). Media yang dilalui cahaya sebelum jatuh pada retina disebut media refraksi. Selanjutnya sinar yang telah jatuh ke retina akan ditangkap oleh sel-sel konus dan sel basili yang selanjutnya dihantarkan menuju otak sebagai impuls saraf. Hasil penerimaan rangsang saraf ini kemudian dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai citra (gambaran) dalam persepsi manusia.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.
Mekanisme penerimaan sinar hingga dapat dipersepsi adalah sebagai berikut : Sinar yang dipantulkan ke dalam bola mata akan diterima, secara berurut, melalui kornea, melewati lubang pupil (sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, lensa mata, korpus viterus, dan akhirnya diterima oleh retina pada fovea sentralis). Media yang dilalui cahaya sebelum jatuh pada retina disebut media refraksi. Selanjutnya sinar yang telah jatuh ke retina akan ditangkap oleh sel-sel konus dan sel basili yang selanjutnya dihantarkan menuju otak sebagai impuls saraf. Hasil penerimaan rangsang saraf ini kemudian dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai citra (gambaran) dalam persepsi manusia.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.
Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1.Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
6. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien di pindah ke lingkungan yang asing baginya
1.Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
6. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien di pindah ke lingkungan yang asing baginya
2.3 Komunikasi Pada Klien dengan
Gangguan Pendengaran
Gangguan
pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli
yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan
tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.
Gangguan
pendengaran dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
1. Conductive hearing Loss, disebabkan oleh masalah yang terjadi pada telinga luar atau tengah
dan berkaitan dengan masalah penghantaran suara.Kemungkinan penyebab bisa dari
tertumpuknya earwax atau kotoran telinga, infeksi atau pertumbuhan telinga
bagian luar, adanya lubang pada gendang telinga, penyakit yang disebut dengan
otosklerosis (yang menyebabkan rangkaian tulang-tulang pendengaran menjadi kaku
dan tidak dapat bergetar) atau faktor keturunan. Conductive hearing loss
biasanya bisa disembuhkan secara medis, namun bila tidak dapat maka alat bantu
dengar biasanya dapat membantu mengatasinya.
2. Sensorineural hearing loss, ini
adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah pada telinga bagian dalam,
baik di cochlea, syaraf pendengaran atau sistim pendengaran pusat (sering disebut
tuli syaraf). Gangguan dengan tipe ini bisa disebabkan oleh berbagai hal namun
kebanyakan disebabkan oleh kerusakan pada sel rambut didalam cochlea akibat
penuaan, atau rusak akibat suara yang terlalu keras. 90% gangguan pendengaran
adalah tipe Sensorineural hearing loss & jarang yang bisa diatasi secara
medis, namun seringkali alat bantu dengar dapat membantu.
3. Mixed Hearing Loss (gangguan pendengaran
campuran), dimana kondisi gangguan pendengarannya ada unsur konduktif &
sensorineural. Banyak orang dengan gangguan pendengaran jenis ini dapat
terbantu bila memakai alat bantu dengar.
Berdasarkan
kemampuan telinga menangkap bunyi, gangguan pendengaran dikelompokkan
menjadi :
1. Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB)
2. Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB).
3. Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB).
4. Gangguan
pendengaran berat(71-90dB).
5. Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB
Pada klien
dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan
ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang di keluarkan
orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi
visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan
komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra
visualnya.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien gangguan pendengaran
:
1. Periksa
adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2. Kurangi
kebisingan
3. Dapatkan
perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4. Berhadapan
dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5. Jangan
mengunyah permen karet
6.
Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7.
Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8.
Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan
Berikut
adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan pendengaran :
1.
Orientasikan kehadiran diri
anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien.
2.
Usahakan menggunakan bahasa
yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan
untuk memudahkan klien
membaca gerak bibir anda
3. Usahakan berbicara dengan
posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang
lazim.
4. Tunggu sampai Anda secara langsung di depan orang, Anda memiliki
perhatian individu tersebut dan Anda cukup dekat dengan orang sebelum Anda
mulai berbicara.
5. Pastikan bahwa individu
melihat Anda pendekatan, jika kehadiran Anda mungkin terkejut orang tersebut.
6. Wajah-keras mendengar
orang-langsung dan berada di level yang sama dengan dia sebisa mungkin.
7. Jangan melakukan pembicaraan
ketika anda sedang mengunyah sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8. Jika Anda makan, mengunyah atau
merokok sambil berbicara, pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9. Gunakan bahasa pantomim bila
memungkinkan dengan gerakan sederhana dan perlahan.
10. Gunakan bahasa isyarat atau
bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
11. Apabila ada sesuatu yang
sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau
gambar (simbol).
12. Jika orang yang memakai alat
bantu dengar dan masih memiliki kesulitan mendengar, periksa untuk melihat
apakah alat bantu dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa
dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-hal ini baik dan
orang yang masih memiliki kesulitan mendengar, mencari tahu kapan dia terakhir
memiliki evaluasi pendengaran.
13. Jauhkan tangan Anda dari
wajah Anda saat berbicara.
14. Mengakui bahwa
hard-of-mendengar orang mendengar dan memahami kurang baik ketika mereka lelah
atau sakit.
15. Mengurangi atau
menghilangkan kebisingan latar belakang sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan.
16. Bicaralah dengan cara yang
normal tanpa berteriak. Melihat bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna
rungu.
17. Jika seseorang telah
memahami sesuatu kesulitan, menemukan cara yang berbeda untuk mengatakan hal
yang sama, bukan mengulangi kata-kata asli berulang.
18. Gunakan sederhana, kalimat
singkat untuk membuat percakapan anda lebih mudah untuk mengerti.
19. Menulis pesan jika perlu.
Biarkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran.
Berada di terburu-buru akan membawa stres semua orang dan menciptakan hambatan
untuk memiliki percakapan yang berarti.
2.4 Contoh
Komunikasi Teraupetik Dengan Klien Gangguan Pendengaran
a.
Pra-Interaksi
“ Di Rumah
sakit X di kamar Y terdapat seorang pasien yang bernama Wahyudin
umur 13 tahun dimana ia sekarang sedang duduk di bangku kelas 2 SMP, ia
menderita penyakit gangguan pendengaran sejak kecil (tuna rungu), di rumah
sakit tersebut ia ditemani oleh ayahnya yang bernama Irawan, dimana wahyudin
tersebut sedang menjalani perawatan dengan penyakit dehidrasi, disana dia
dirawat oleh suster liska “.
b.
Fase Orientasi
Nama
|
Komunikasi Verbal
|
Komunikasi Nonverbal
|
Perawat
|
Assalamualaikum pak, selamat pagi
|
tersenyum
|
Orang tua
|
Waalaikumsalam, pagi juga
|
|
Perawat
|
Pak nama saya suster liska, disini saya akan
membantu anak bapak selama dirawat,
|
|
Orang tua
|
Iya suster silahkan
|
|
Perawat
|
Bagaimana keadaan anak bapak hari ini?
|
|
Orang tua
|
Sudah agak mendingan suster, panasnya sudah turun
|
|
Perawat
|
wah ada perkembangan ya pak,
|
|
Orang tua
|
Iya suster.
|
|
“Suster langsung mendekati wahyudin ”
|
||
Perawat
|
Selamat pagi,
|
Sambil menyentuh pasien
|
Pasien
|
Kebingungan tidak tahu apa yang dikatakan perawat
|
|
Perawat
|
De Wahyudin, nama saya suster liska
|
Melakukan kontak mata dan berbicara dengan gerakan
bibir pelan
|
Pasien
|
Masih kebingungan
|
|
Perawat
|
Saya suster liska
|
Sambil menunjuk diri sendiri dan menunjukan papan
nama
|
Pasien
|
Suster liska,
|
Sambil tersenyum
|
Perawat
|
Iya saya suster liska
|
Dengan gerakan bibir pelan
|
Pasien
|
Maaf ya suster, saya gak bisa dengar
|
Tersenyum
|
Perawat
|
Iya tidak apa-apa de,
|
Mengangguk sambil tersenyum
|
Pasien
|
Hanya tersenyum
|
c.
Fase Kerja
Nama
|
Komunikasi Verbal
|
Komunikasi Nonverbal
|
Perawat
|
De, udah minum berapa gelas hari ini ?
|
Bicara dengan bibir pelan dan Mengambil, menunjukan
gelas
|
Pasien
|
Udah suster
|
|
Perawat
|
Berapa de ?
|
Simbil menunjujkan, 1 jari, 2 jari, 3 jari
|
Pasien
|
Satu
|
Pasien menunjukan 1 jari
|
Perawat
|
Bagus
|
Memberikan jempol
|
Pasien
|
Tersenyum
|
|
Perawat
|
Nanti minum lagi ya
|
Sambil mempraktekan minum
|
Pasien
|
Mengangguk
|
|
perawat
|
Tersenyum sambil memberikan jempol
|
|
Udah makan juga?
|
sambil mengerakan tangan ke mulut (seperti menyuap)
|
|
Pasien
|
Udah, pake bubur
|
Mengguk ,tersenyum
|
Perawat
|
Memberikan jempol lagi
|
|
Biar cepet sembuh ya
|
Mengagkat lengan, (seperti menunjukan kekuatan)
|
|
Pasien
|
Iya suster
|
Tersenyum
|
d.
Fase Terminasi
Nama
|
Komunikasi Verbal
|
Komunikasi Nonverbal
|
Perawat
|
De, suster tinggal dulu ya
|
Menyentuh pasien, menunjuk diri, kemudian menunjuk
pintu
|
Pasien
|
Iya suster
|
Sedih
|
Perawat
|
Jangan sedih
|
Menyentuh pasien, menatap mata, Meninjukan senyum
lebar
|
Nanti suster kesini lagi
|
Mmenunjuk diri sendiri, dan ke bawah
|
|
Pasien
|
Bener ya suster
|
Senang
|
Perawat
|
Iya,
|
Tersenyum sambil mengaguk
|
Perawat
|
Suster boleh pergi
|
Sambil menunjuk pintu
|
Pasien
|
Mengangguk tersenyum
|
|
“Kemudian
perawat menghampiri orang tua pasien”
|
||
Perawat
|
Bapak, saya permisi dulu ya, kalau ada apa-apa,
panggil saya atau perawat yang lain ya pak
|
|
Orang tua
|
Iya suster pasti
|
|
Perawat
|
Ya sudah, saya permisi dulu ya pak,Assalamualaikum..
|
Tersenyum
|
Orang tua
|
Iya suster, waalaikumsalam….
|
tersenyum
|
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hubungan
perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi bagi
klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai
beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang positif
seoptimal mungkin.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan
organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan
kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di
tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial
maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika
berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan
Gangguan
pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli
yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan
tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.
Gangguan pendengaran dibagi dalam 3 kelompok
besar yaitu Conductive hearing Loss, Sensorineural hearing loss dan Mixed Hearing
Loss.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media
komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap
pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari
gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien
ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda
dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Agar
perawat dapat berperan efektif dan terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai rool model.
Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat verbal atau non verbal
hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
1.2 Saran
Perawat
harus bisa menghadapi klien dengan gangguan penglihatan agar terjadi hubungan
terapeutik dengan klien. Walaupun pasien tidak dapat mendengar , perawat harus
merawat klien dengan baik dan perawat tidak boleh menyepelekan klien tersebut
dan mendahulukan kebutuhan klien lain yang tidak mengalami gangguan persepsi
sensori, khususnya gangguan pendengaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar