Selasa, 26 Mei 2015

MAKALAH PERASAAN, EMOSI, STRES, DAN ADAPTASI

PSIKOLOGI
PERASAAN EMOSI STRESS DAN ADAPTASI
 






                                                                                                                                                                 
DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
NAMA  ANGGOTA:
·         Luthfia Fadlillahsari
·         Marina Lestari
·         Ade Putri Gaya tri
·         Lestari Damayanti
·         M. Moch Chandra Bara
·         Meisa Kurniawati
KELAS : I.D
DOSEN PEMBIMBING : HANNA L DAMANIK,SKM,MKM

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2013/2014
Kata Pengantar
      Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“PERASAAN EMOSI DAN STRES ADAPTASI
Pembuatan makalah dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang di berikan Guru sebagai bahan pembelajaran dan penilaian.
kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat diselesai dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu  serta rekan – rekan sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan sehingga makalah ini dapat di selesaikan dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.


Palembang,   November 2013

Tim penyusun



DAFTAR ISI
Cover
Kata pengantar………………………………………………………...………..i
Daftar Isi…………………………………………………………...…………..ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………..1
            A. Latar Belakang……………………………………………………...1
            B. Permasalahan Kasus Stress……………………………………….1-2
Bab II Landasan Teori…………………………………………..……………..3
            A.Teoritis Dari Stress…………………………………….. …………..3
            B.Teoritis Emosi……………………………………………..……...3-4
            C. Teori Adaptasi……………………………………..……………..4-7
            D. Teori Perasaan…………………………………………………....7-8
Bab III Pembahasan………………….………………………………………..9
A.    Konsep Perilaku Abnormal…………………………………..10-15
B.     Perasaan……………………………………………………...15-18
C.     Emosi………………………………………………………...18-20
D.    Stress………………………………………………………....20-23
E.     Adaptasi……………………………………………………...24-25
Bab IV Kesimpulan………………………………………………………....26
Daftar Pusaka…………………………….....................................................27













BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

          Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana ia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil interaksi antara jasmani,rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling berhubungan dengan satu dan lainnya. Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan(holistic) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.
            Oleh karena itu, apabila terjadi gangguan pada jasmani, akan menimbulkan usaha penyesuaian secara fisik atau somatic. Demikian pula apabila terjadi gangguan pada unsur rohani, kan menimbulkan usaha penyesuaian secara psikologi.usaha yang dilakukan organism untuk mengatasi stress agar terjadi keseimbangan yyang terus menerus dalam batas tertentu dan tetap dapat mempertahankan hidup dinamakan homeostatis.
            Sumber gangguan jasmani(somatik) maupun psikologis adalah stress. Apabila kita mampu mengatasi keadaan stress, perilaku kita cenderung berorientasi pada tugas, yang intinya untuk menghadapi tuntutan keadaan. Namun,apabila stress mengancam perasaan, kemampuan,dan harga diri kita, reaksi kita cenderung pada orientasi pembelaan ego. Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.

2.      Permasalahan Kasus Stress
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi,industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut berpengaruh terhadap pola hidup, moral dan etika. Beberapa contoh perubahan pola hidup misalnya, pola hidup social religious berubah individualistis, materialistis, dan sekuler.
Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya. Stressor psikolososial, seperti perceraian karena tidak diamalkannya kehidupan religious dalam rumah tangga, masalah orang tua dengan banyakknya kenakalan remaja, hubungan interpersonal yang tidak baik dengan teman, pemutusan hubungan kerja, lingkungan hidup, keuangan, hokum, tahap perkembangan dalam siklus kehidupan.

















BAB II
LANDASAN TEORI
Model Teoritis dari Stress

1.      General Adaptation Syndrome Dikemukakan oleh Hans Selye (1982)
Menurut teori ini, stress adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadapsumber-sumber penyebab stress/stressor * Terbagi atas 3 proses :- The initial alarm reaction; tubuh bereraksi terhadap tantangan/ancaman dari luar - Resistance Stage; suhu tubuh normal, tetapi adrenalin tetap dikeluarkan (bertahan,berdaptasi) sehingga kondisi fisiologis tetap terjaga- Exhaustion Stage; masa kelelahan, bila terus berlangsung akan mengakibatkan kematian

2.      The Stress Life Events Model Dikemukakan oleh Holmes & Rahe (1967), Holmes & Matsubi (1972)
Mereka setuju dengan pendapat Selye bahwa kejadian khusus dalam kehidupan dapatmemberikan efek secara fisik . Penelitian mereka bertujuan untuk mengidentifikasikan kejadian-kejadian khusus dalamkehidupan yang menjadi penyebab dari stress* Menurut teori ini, stress muncul sewaktu-waktu berdasarkan atas kejadian yang dialamiindividu dimana kejadian itu menimbulkan perilaku coping dan respon adaptif * Mereka menyusun Social Readjustment Rating Scale, yang berisikan kejadian-kejadiandalam kehidupan yang dikorelasikan dengan gejala-gejala gangguan penyakit.

Teori Emosi
Lebih lanjut Kartini Kartono (1990:90) mengungkapkan beberapa teori tentang perasaan yang dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu:
 1. Teori Skolastik; yaitu menganggap bahwa perasaan itu sebagai bagian dari stadium awal dari keinginan atau sebagai satu bentuk keinginan, namun belum diiringi dengan dorongan aktivitas. Merupakan kesiapan untuk menumbuhkan keinginan.
2.Teori Biologis, yaitu melihat perasaan sebagai onderdil pengikat antara pengamatan dan
perbuatan. Perasaan itu memberikan nilai kepada pengamatan yaitu merupakan gaya gerak untuk perbuatan reaktif. Dalam hal ini perasaan-perasaan itu bersifat teleologis yaitu terarah pada satu tujuan.
3.Teori Intelektuilitis; yaitu bahwa perasaan merupakan perihal tanggapan. Disebabkan oleh sifatnya yang sangat dinamis, tanggapan-tanggapan yang jelas dan terasosiasi satu sama lain akan memperlancar berlangsungnya perasaan.
4.Teori Voluntaristis; yaitu yang primer bukannya pengenalan, akan tetapi perasaan dan kemauan. Awal dari kemauan itulah yang disebut dengan perasaan.
 5. Teori sensualistis dan teori fisiologis, yaitu anggapan bahwa gejala-gejala fisik atau jasmaniah yang muncul sewaktu kita mendapat kesan-kesan tertentu misalnya berupa perubahan pernafasan, kontraksi otot dan lain-lain adalah penyebab dari emosi-emosi tersebut.

Teori adaptasi

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :
1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan.
2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.
5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan.
System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.
2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.
a) Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.
b) Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
3. Output.
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar .Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:
1. Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.
4. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:
- Pertama, fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.
- Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
- Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain
- Keempat, interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
5. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar
2. Pengembangan konsep diri positif
3. Penampilan peran social
4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan
Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut.Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.


Teori perasaan
Menurut Wund
Seperti dikemukakan oleh Bimo Walgito (1989), menurut Wund perasaan itu memiliki 3 dimensi,yaitu:
a. Perasaan senang dan tidak senang, misalnya seorang pasien merasa senang karena penyakitnya dinyatakan sembuh oleh dokter atau seorang pasien merasa tidak senang di rawat di suatu rumah sakit karena pelayanannya jelek

b. Perasaan excited atau inner feeling, yaitu perasaan yang dialami individu disertai perilaku atau perbuatan yang tampak, misalnya karena diterima masuk akademi keperawatan, perasaannya gembira disertai menari-nari.

c. Perasaan expectancy atau release feeling, yaitu perasaan yang masih dalam pengharapan atau memang betul-betul telah terjadi.

Contoh:
• Alangkah bahagia perasaan saya apabila kelak dapat meneruskan ke Sl Keperawatan setelah lulus D3 Keperawatan.

• Waktu saya dinyatakan diterima di D3 Keperawatan, perasaan saya betul-betul gembira sekali.

Menurut Stem

Sebagaimana dipaparkan oleh Bimo Walgito (1989), yang menyebutkan bahwa perasaan adalah:
a. Perasaan present, yaitu perasaan yang berhubungan dengan situasi aktual atau yang sedang terjadi, misalnya saya merasa senang karena scat ini anak saya bisa kuliah di Akademi Keperawatan.
b. Perasaan yang menjangkau maju, yaitu perasaan yang masih dalam pengharapan, misalnya alangkah gembiranya apabila kelak anak saya menjadi seorang dokter.
c. Perasaan yang berhubungan dengan waktu lampau, misalnya merasa sedih apabila mengingat masa lampu, sewaktu masih anak-anak yang penuh derita.

        


BAB III
PEMBAHASAN

I.                   KONSEP PERILAKU ABNORMAL

APAKAH PERILAKU ABNORMAL ITU?

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain:
1.   Statistical infrequency
  • Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva. 
  • Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dsb.
  • Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.
  • Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.

2.   Unexpectedness
  • Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak diharapkan terjadi.

3.   Violation of norms
  • Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi.
  • Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal.
  • Kriteria ini  mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an, homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi dianggap abnormal.
  • Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas. Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi abnormal.

4.   Personal distress
  • Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
  • Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.
  • Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
  • Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.


5.   Disability
  • Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
  • Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.

Dari semua kriteria di atas menunjukkan bahwa perilaku abnormal sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satupun kriteria yang secara sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku normal. Tapi sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria pertimbangan sosial menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu yang bersifat relatif dan dipengaruhi oleh budaya serta waktu.
FAKTOR – FAKTOR PENENTU ABNORMALITAS
Sebab – sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut          :
A. MENURUT TAHAP BERFUNGSINYA
Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut                :
1. Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
           
4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
B. MENURUT SUMBER ASALNYA
Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu   :
1. Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
2. Faktor – faktor psikososial
a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
b. Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya      :1. Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, 2. Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d. Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
1) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
2) Keluarga yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah
4) Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
e. Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
2) Konflik nilai
3) Tekanan kehidupan modern
3. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
b. Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll
II. PERASAAN
Perasaan adalah sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak dalam berbagai taraf.
Ciri Khas Perasaan

1. Subyektif. Kesukaan saya terhadap tempe hangat, termasuk jika dibandingkan dengan ayam goreng, terkesan tidak obyektif. Dari tinjauan nilai gizi jelas ayam lebih bergizi. Dari unsur bahan, daging lebih enak daripada kedelai (saya bukan seorang vegetarian). Dari unsur harga, meski terkesan ayam lebih mahal, tapi saya pernah beli sepotong ayam seharga seribu sama dengan harga tempe. Secara obyektif seharusnya ayam lebih dipilih daripada tempe hangat. Tapi bagi saya beda. Bagi saya tempe lebih punya “teste”. Saya ga peduli orang mau bilang apa, suka-suka gue mau suka apa. Inilah subyektifitas saya tentang tempe hangat. Sangat mungkin setiap orang memil iki selera perasaan yang berbeda-beda. Terserah dia secara subyektif.
2. Mudah Berubah. Apa yang kita benci hari ini, bisa jadi menjadi kita sukai keesokan hari. Apa yang anda rasakan saat ini ketika membaca artikel ini akan berubah ketika anda membacanya kembali di lain waktu. Nasi goreng yang terasa nikmat saat kita sarapan sangat mungkin membosankan bagi kita kalau kita memakan menu yang sama siang harinya. Begitulah, perasaan kita senantiasa berubah-ubah. Namun kadar perasaan itu sangat dipengaruhi oleh prosesnya. Sebuah proses yang lama akan melahirkan perasaan yang lebih mendalam dibandingkan dengan proses yang cepat. Orang yang jatuh cinta karena proses pembiasaan akan lebih bertahan daripada yang cinta pada pandangan pertama.
3. Tidak Berdiri Sendiri. Perasaan tidak bisa muncul tanpa adanya stimulasi atau berhubungan dengan proses jiwa yang lain. Perasaan baru muncul ketika kita melakukan pengamatan, atau berfantasi atau berpikir, atau ketika mengindra. Perasaan tidak akan merasakan apa-apa jika tidak ada stimulus apapun.
4. Mengandung Penilaian. Dalam merasa sebenarnya kita membandingkan dengan perasaan-perasaan yang pernah kita rasakan sebelumnya, sebelum kemudian kita menilai. Ini menyenangkan atau tidak menyenangkan. Apa yang menyenangkan bagi seseorang belum tentu menyenangkan bagi orang lain. Seseorang mungkin sangat menyenangi uang karena pernah merasakan nikmatnya punya uang atau karena menderitanya orang tidak punya uang.
5. Bekerja berdasar prinsip kesenangan. Perasaan tidak memilih apa yang benar-salah atau baik-buruk. Ia hanya memilih berdasar prinsip kesenangan. Mana yang menyenangkan bagi jiwa itu yang selalu ia pilih. Perasaan tidak pernah memilih jalan penderitaan. Setiap penundaan terhadap kesenangan akan menimbulkan penderitaan, karena itu ia bersifat hedon.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan
Ada tiga golongan faktor perasaan, yaitu:
1.    Perasaan presens : perasaan yang timbul dalam keadaan yang sekarang nyata dihadapi, yaitu berhubungan dengan situasi yang aktual.
2.    Perasaan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan ke depan yaitu perasaan dalam kejadian-kejadian yang akan datang, jadi masih dalam pengharapan.
3.    Perasaan yang berkaitan dengan waktu yang telah lampau yaitu perasaan yang timbul dengan melihat kejadian-kejadian yang telah lalu. Misal orang merasa sedih karena teringat waktu masih dalam keadaan jaya.
Max Scheler mengajukan pendapat ada empat macam tingkatan dalam perasaan, yaitu:
1.    Perasaan tingkat sensoris, yaitu perasaan yang didasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada kejasmanian, misal rasa sakit, panas, dingin.
2.    Perasaan kehidupan vital, yaitu perasaan yang tergantung pada  keadaan jasmani keseluruh, misal rasa segar, lelah.
3.    Perasaan psikis atau kejiwaan yaitu perasaan senang, susah, takut.
4.    Perasaan kepribadian, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keseluruh pribadi, misal harga diri, putus asa.
Bigot dkk. (1950) memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
1.    Perasaan keinderaan, yaitu perasaan yang berkaitan dengan alat indera, misal perasaan yang berhubungan dengan pencecapan, misal rasa asin, pahit, manis dan sebagainya.
2.    Perasaan psikis atau kejiwaan, yang masih dibedakan atas:
a.  Perasaan intelektual
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang dapat memecahkan sesuatu soal atau mendapatkan hal-hal baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya. Perasaan ini juga merupakan pendorong atau motivasi individu dalam berbuat dan merupakan motivasi dalam lapangan ilmu pengetahuan.
b. Perasaan kesusilaan
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma-norma kesusilaan.
c. Perasaan keindahan atau perasaan estetika
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami sesuatu yang indah atau yang tidak indah.
d. Perasaan kemasyarakatan atau perasaan sosial
Yaitu perasaan yang timbul dalam hubungannya dengan interaksi sosial, yaitu hubungan individu satu dengan individu lain.
e. Perasaan harga-diri
Perasaan harga-diri ini dapat positif, yaitu apabila individu dapat menghargai dirinya sendiri dengan secara baik, tetapi sebaliknya perasaan harga-diri ini dapat negatif, yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya secara baik.
f. Perasaan KeTuhanan
Perasaan ini timbul menyertai kepercayaan kepada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat serba sempurna. Perasaan ini merupakan perasaan tertinggi atau terdalam. Perbuatan manusia yang luhur, yang suci bersumber pada perasaan keTuhanan ini. Dengan perasaan keTuhanan segala sesuatu akan tertuju kepadaNya.
III.             EMOSI
Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya expresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
BENTUK DAN REAKSI EMOSI
 Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen (Carlson, 1987) adanya tiga rules, yaitu :
1.                  masking
Yaitu keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang dialaminya.
2.                  modulation
Yaitu orang tidak dapat meredam secara tuntas mengenai gejala kejasmaniannya, tetapi hanya dapat mengurangi saja.
3.                  simulation
Yaitu orang tidak mengalami sesuatu emosi, tetapi seolah-olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala kejasmanian.
PERKEMBANGAN REAKSI EMOSI
Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku remaja di antaranya sebagai berikut:

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai     puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan dapat juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) remaja antara lain:

a. Peredaran darah: bertambah cepat apabila marah.

b. Denyut jantung: bertambah cepat apabila terkejut.

c. Pernapasan: bernapas panjang apabila kecewa.

d. Pupil mata: membesar apabila marah .

e. Liur: mengering apabila takut atau tegang.

f. Bulu roma: berdiri apabila takut.

g. Pencernaan: mencret-mencret apabila tegang.

h. Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar.

i. Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
IV.             STRESS
Menurut Hans Selye, stress adalah respons manusia yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya
PENGGOLONGAN STRES
1.                  Stres fisik

Stres fisik yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau tegangan arus listrik.

2. Stres kimiawi

Stres ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat beracun, asam basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.

3. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit.

4. Stres fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh di antaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.

5. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan sperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

6. Stres psikis atau emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan.



• Faktor-faktor yang mempengaruhi stress
A.                Faktor Biologis, yaitu : herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofiologik, dan neurohormonal
B.                 Factor psikoedukatif/sosio cultural : perkembana kepribadian, pengalaman, dan kondisi lain yang mempengaruhi
Tahapan stress
  • Stres tingkat I. Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan biasanya disertai denganperasaan-perasaan seperti semangat yang cenderung besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, energi dan gugup yang berlebihan,dan  kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Gejala yang ada pada Tahapan Stress I ini biasanya menyenangkan dan nyaris selalu dianggap positif. Padahal sebenarnya tanpa disadari bahwa cadangan energi sedang menipis.
  • Stress tingkat II. Gejala dalam tahapan ini mulai berbeda dengan tahapan stress I. Gejala yang dominan adalah keluhan-keluhan yang dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang dirasakan antara lain merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah sesudah makan siang, merasa lelah menjelang soare hari, kadang gangguan dalam system pencernaan (gangguan usus, perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar, perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher), perasaan tidak bisa santai. 
  • Stress tingkat II. Tahapan ini disertai dengan gejala seperti gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang), otot-otot terasa lebih tegang, perasaan tegang yang semakin meningkat, gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, ataubangun terlalu pagi), badan susah untuk tegak, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan). Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
  • Stress tingkat IV. Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri antara lain untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit, kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan social dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa bera, tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali terbangun dini hari, perasaan negativisik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
  • Stress tingkat V. Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV diatas, yaitu keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion), untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu, gangguan system pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang airbesar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang, perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panic.
  • Stress Tingkat VI. Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan seperti debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan cukup tinggi dalam peredaran darah. Gejala lain adalah nafas sesak, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, mudah pingsan atau collaps. Jika dicermati, tingkatan stress VI ini telah menunjukkan manifestasi di bidang fisik juga psikis. Di bidang fisik sering berupa kelelahan, sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi.
Cara mengendalikan stress
1.      Sikap, keyakinan, dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional, dan adaptif terhadap orang lain.
2.      Kendalikan factor-faktor penyebab stress dengan jalan kemampuan menyadari, kemampuan untuk menerima, kemampuan untuk menghadapi, kemampuan untuk bertindak
3.      Perhatikan diri anda, proses interpersonal da interaktif, serta lingkungan anda
4.      Kembangkan sikap efisien
5.      Relaksasi
6.      Visualisasi
7.      Circuit breakr dan koridor stress.

V.                Adaptasi

Adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam berespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.

• Macam-macam adaptasi, antara lain:

1. Adaptasi fisiologis merupakan proses penyesuaian tubuh secara alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dan berbagai faktor yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang contohnya masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam tubuh. Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu: apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal, maka itu disebut dengan LAS (Local Adaptation Syndroma) seperti ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka di daerah kulit tersebut akan terjadi kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan lain-lain yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena. Akan tetapi apabila reaksi lokal tidak dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh, berkeringat dan lain-lain, keadaan ini disebut sebagai GAS (General Adaption Syndroma).

2. Adaptasi psikologis merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stresor yang ada, dengan memberikan mekanisme pertahanan dari dengan harapan dapat melindungi atau bertahan diri dari serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan.
Dalam adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk mempertahankan diri dari berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang di kenal dengan problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahanan diri.

3. Adaptasi sosial budaya merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, berkumpul dalam masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan.

4. Adaptasi spiritual. Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya. Apabila mengalami stres, maka seseorang akan giat melakukan ibadah, seperti rajin melakukan ibadah



















BAB IV
KESIMPULAN

Emosi adalah suatu perasaan dengan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan gejala kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam diri individu itu akan terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian.
Sedangkan stress  yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-marah, frustasi hingga depresi.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.



DAFTAR PUSTAKA

S, kadir ABD.2010. Psikologi Keperawatan.Palembang
Pieter, heri zan.2102. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sunaryo.2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Riswanto. 2011. Definisi Perasaan dan Emosi. [Online] (http:// http://riswantobk.wordpress.com/2011/05/02/definisi-perasaan-dan-emosi/ , diakses tanggal 17 november 2013)
Kusbiantari.2012. Psikologi Abnormal. [Online] ( http:// http://kusbiantari.blogspot.com/2012_03_01_archive.htm , diakses tanggal 17 november 2013)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar